Rabu, 17 Oktober 2012

materi konflik sosial


BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KONFLIK SOSIAL
Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan sesama manusia.Ketika berinteraksi dengan sesama manusia, selalu diwarnai dua hal, yaitu konflik dan kerjasama.Dengan demikian konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia.Konflik sosial telah ada dari zaman kuno hingga zaman modern seperti saat ini.Contohnya konflik pada zaman kuno yang terjadi antar dewa dalam bentuk peperangan, konflik antar suku, antar agama, dan lain sebagainya. Konflik sosial merupakan proses sosial yan terjadi pada individu atau kelompok. Masing-masing berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai ancaman atau kekerasan dan amarah.
Secara umum, konflik sosial diartikan sebagai pertentangan antar anggota masyarakat yang bersifat menyeluruh dalam kehidupan. Dalam sosiologi sendiri, konflik sosial merupakan  gambaran tentang terjadinya percekcokan, perselisihan, ketegangan, atau pertentangan sebagai akibat dari perbedaan – perbedaan yang muncul dalam kehidupan masyarakat, baik perbedaan secara individual maupun perbedaan kelompok. Perbedaan tersebut dapat berupa perbedaan pendapat pandangan,  penafsiran, pemahaman, kepentingan, atau perbedaan yang lebih luas dan umum, seperti perbedaan agama, ras, suku bangsa,  bahasa, profesi, golongan poitik dan kepercayaan.
Secara istilah, konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik, dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2002) diartikan sebagai percekcokan, perselisihan, dan pertentangan. Menurut Kartono & Gulo (1987), konflik berarti ketidaksepakatan dalam satu pendapat emosi dan tindakan dengan orang lain. Keadaan mental merupakan hasil impuls-impuls, hasrat-hasrat, keinginan-keinginan dan sebagainya yang saling bertentangan, namun bekerja dalam saat yang bersamaan.Konflik biasanya diberi pengertian sebagai satu bentuk perbedaan atau pertentangan ide, pendapat, faham dan kepentingan di antara dua pihak atau lebih.Pertentangan ini bisa berbentuk pertentangan fisik dan non-fisik, yang pada umumnya berkembang dari pertentangan non-fisik menjadi benturan fisik, yang bisa berkadar tinggi dalam bentuk kekerasan (violent), bisa juga berkadar rendah yang tidak menggunakan kekerasan (non-violent).
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa konflik adalah suatu pertentangan dalam bentuk-bentuk perlawanan halus, terkontrol, tersembunyi, tak langsung, sampai pada bentuk perlawanan terbuka antara dua pihak atau lebih yang saling tergantung satu sama lain yang sama-sama merasakan tujuan yang saling tidak cocok, kelangkaan sumber daya dan hambatan yang didapat dari pihak lain dalam mencapai tujuannya.
Menurut Myers, dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi.Bahkan sering kali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
Beda halnya dengan konflik menurut Robbin (1996: 431) yang mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik.
B. SUMBER TERJADINYA KONFLIK SOSIAL
Pada umumnya penyebab munculnya konflik kepentingan sebagai berikut:
1.  Perbedaan kebutuhan, nilai, dan tujuan,
2. Langkanya sumber daya seperti kekuatan, pengaruh, ruang, waktu, uang, popularitas dan posisi, dan
3. Persaingan. Ketika kebutuhan, nilai dan tujuan saling bertentangan, ketika sejumlah sumber daya menjadi terbatas, dan ketika persaingan untuk suatu penghargaan serta hak-hak istimewa muncul, konflik kepentingan akan muncul (johnson & johnson, 1991).
Sedangkan Handoko (1998) menyatakan bahwa sumber-sumber konflik adalah sebagai berikut.
1. Komunikasi: salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti, atau informasi yang mendua dantidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.
2. Struktur: pertarungan kekuasaan antar departemen dengan kepentingan-kepentingan atau sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber-sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.
3. Pribadi: ketidaksesuaian tujuan atau nilai-nilai sosial pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka, dan perbedaan dalam nilai-nilai atau persepsi.
Menurut Anoraga (dalam Saputro, 2003) suatu konflik dapat terjadi karena perbendaan pendapat, salah paham, ada pihak yang dirugikan, dan perasaan sensitif.
1. Perbedaan pendapat
Suatu konflik yang terjadi karena pebedaan pendapat dimana masing-masing pihak merasa dirinya benar, tidak ada yang maumengakui kesalahan, dan apabila perbedaan pendapat tersebut amat tajam maka dapat menimbulkan rasa kurang enak, ketegangan dan sebagainya.
2. Salah paham
Salah paham merupakan salah satu hal yang dapat menimbulkan konflik. Misalnya tindakan dari seseorang yang tujuan sebenarnya baik tetapi diterima sebaliknya oleh individu yang lain.
3. Ada pihak yang dirugikan
Tindakan salah satu pihak mungkin dianggap merugikan yang lain atau masing-masing pihak merasa dirugikan pihak lain sehingga seseorang yang dirugikan merasa kurang enak, kurang senang atau bahkan membenci.
4. Perasaan sensitif
Seseorang yang terlalu perasa sehingga sering menyalah artikan tindakan orang lain.



Sumber terjadinya konflik sosial juga dapat dikategorikan kedalam 5 faktor berikut :
1. Factor perbedaan individu dalam masyarakat
Perbedaan ini terjadi karena perbedaan antar anggota masyarakat secara perorangan, baik secara fisik dan mental, maupun perbedaan material dan non material.Perbedaan fisik biasanya berhubungan dengan keadaan jasmaniah, seperti rupa atau kecantikan, kesempurnaan indera, atau bentuk tubuh.Perbedaan mental seperti kepintaran, kemampuan dan keterampilan, pendirian atau perasaan.Sedangkan perbedaan material berhubungan dengan kepemilikan harta.Dan perbedaan non material, biasanya berhubungan dengan status sosial seseorang.Perbedaan – perbedaan tersebut yang pada akhirnya menimbulkan bentrokan dalam anggota masyarakat.
2. Perbedaan pola kebudayaan
Perbedaan yang terdapat antar daerah atau suku bangsa yang memiliki budaya berbeda, atau terdapat dalam suatu daerah yang sama karena perbedaan paham agama dan pandangan hidup. Sehingga dari perbedaan pola kebudayaan tersebut dapat melahirkan dan memperkuat sentiment primordial yang dapat mengarah kepada terjadinya konflik antar golongan atau kelompok.
3. Perbedaan status sosial
Status sosial adalah kedudukan seseorang dalam kelompok atau masyarakat yang untuk mendapatkannya ada yang bisa diusahakan dan ada pula status yang diperoleh tanpa diusahakan.Terdapatnya beragam kedudukan dalam masyarakat dapat menimbulkan perselisihan untuk mendapatkan kedudukan yang baik.
4. Perbedaan kepentingan
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya jadi pada setiap manusia memiliki kepentingan dan usaha yang berbeda baik kebutuhan dasar maupun kebutuhan sosial yang dapat menimbulkan pertentangan antar individu atau kelompok.Jadi, konflik yang terjadi karena perbedaan kepentingan dapat terjadi pada setiap masyarakat pada setiap tingkatannya.
5. Terjadinya perubahan sosial
Perubahan sosial dengan konflik mempunyai hubungan yang erat, karena perubahan sosial dapat terjadi akibat konflik sosial dan sebaliknya perubahan sosial dapat menimbulkan konflik. Hal ini disebabkan pada saat unsur-unsur baru masuk kedalam suatu sistem sosial, hal itu dapat menimbulkan perubahan sosial yang akan memicu terjadinya konflik apabila anggota masyarakat tidak seluruhnya menerima.
Konflik sosial sendiri dapat bersifat negatif maupun positif.Negatif, apabila pertentangan yang terjadi tidak dapat diselesaikan secara damai dan berakhir dengan munculnya pecahan.Dan positif, apabila konflik sosial dapat terselesaikan dan mengarah kepada perbaikan struktur serta sistem sosial.
Dengan demikian konflik sosial baik yang bersifat positif maupun negatif memiliki fungsi bagi kemajuan masyarakat, berfungsinya konflik bagi kehidupan sosial akan bergantung kepada individu atau kelompok yang bertikai dalam menghadapinya. Secara lebih rinci, konflik sosial yang dapat memberikan fungsi bagi masyarakat adalah sebagai berikut :
a. Akomodasi, merupakan salah satu cara menyelesaikan konflik sosial yang dapat menjadi sarana untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat dan dapat melahirkan bentuk kerja sama antar kelompok.
b. Konflik sebagai media untuk menumbuhkan dan meningkatkan perasaan solidaritas dalam kelompok. Sehingga dapat mendorong terbentuknya kerja sama yang lebih baik.
c. Mengaktifkan peran individu atau kelompok dalam aktifitas-aktifitas sosial.  Yang sebelumnya kurang berperan atau bersikap sebagai akibat dari adanya konflik yang dihadapinya.
d. Menjadi sarana komunikasi bagi pihak yang berkonflik, sehingga masing-masing merasa terdorong untuk saling mengetahui.
C. JENIS – JENIS KONFLIK SOSIAL
Menurut jenisnya, konflik social dapat dibedakan menjadi :
1. Konflik dekstruktif, yaitu konflik yang muncul karena adanya perasaan tidak senang atau dendam terhadap pihak lain. Biasanya mengarah pada proses penghancuran.
2. Konflik Konstruktif, merupakan konflik fungsional karena adanya perbedaan pendapat dari masing – masing kelompok hingga akhirnya menghasilkan sosuli masalah.
3. Konflik Vertikal, terjadi antara komponen masyarakat dalam suatu struktur social yang bersifat hierarkis.
4. Konflik horizontal, terjadi antara individu atau kelompok yang sederajat.
5. Konflik terbuka, artinya konflik yang diketahui semua pihak.
6. Konflik tertutup, artinya konflik yang hanya diketahui oleh pihak yang bertikai saja.
7. Konflik Interindividu, artinya konflik yang terjadi akibat peran ganda yang dijalankan oleh seseorang.
8. Konflik antarindividu, konflik yang terjadi akibat perbedaan gagasan dan kepentingan.
9. Konflik antarkelompok, pertentangan antar kelompok
D. BENTUK – BENTUK KONFLIK SOSIAL
Pada umumnya terdapat 6 bentuk konflik sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat yaitu:
1. Konflik pribadi
Konflik pribadi, merupakan pertentangan yang terjadi secara individual  dan  melibatkan dua orang yang bertikai.
2. Konflik kelompok
Terjadi karena adanya pertentangan antara  dua kelompok dalam masyarakat. Seperti perselisihan antar partai, dan lain-lain.
3. Konflik antarkelas sosial
Terjadi pada status sosial yang berbeda, yang disebabkan oleh perbedaan kepentingan atau perbedaan pandangan.


4. Konflik rassial
Rassial adalah pertikaian yang terjadi karena didasaran perbedaan pandangan terhadap adanya perbedaan ciri-ciri jasmaniah.
5. Konflik politik
Merupakan salah satu aspek dalam sistem sosial yang menyangkut masalah kekuasaan, wewenang dan pemerintahan.Konflik politik itu sendiri adalah pertentangan yang terjadi dalam masyarakat karena perbedaan pendapat atau ideology yang dianut oleh masing-masing kelompok.
6. Konflik budaya
Yaitu pertentangan yang biasanya terjadi karena adanya perbedaan budaya.
7. Konflik Agama
Yaitu pertentangan yang terjadi disebabkan oleh suatu keyakinan, kepercayaan, dan ajaran agama.Konflik agama bisa terjadi dalam satu agama yang menganut keyakinan tertentu.
Secara teoritis konflik dapat dibedakan kedalam tiga kelompok berdasarkan tingkatannya :
1. Konflik tingkat tendah, merupakan konflik yang bertujuan untuk membinasahkan lawan secara langsung dengan menggunakan kekerasan.
2. Konflik tingkat menengah, merupakan pertentangan yang menggunakan strategi untuk mengalahkan lawan, baik dengan cara kekerasan yang menggunakan pihak lain atau memaksakan kehendak dengan memberikan pengaruh.
3. Konflik tingkat tinggi, yaitu konflik yang bersifat positif karena pertentangan yang terjadi berlangsung secara rasional berdasarkan pandangan yang berbeda tetapi memiliki dasar pemikiran yang nyata.
Menurut Dahrendorf (1986), konflik dibedakan menjadi 4 macam:
1. Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role);
2. Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank);
3. Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa); dan
4. Konflik antar satuan nasional (perang saudara)
E. AKIBAT KONFLIK SOSIAL
Konflik Sosial memiliki dampak positif dan negative, yaitu :
1. Dampak Positif
a. Meningkatkan solidaritas kelompok
b. Mendorong kekuatan pribadi untuk menyelesaikan berbagai macam konflik
c. Munculnya norma baru
d. Mendorong kesadaran kelompok untuk berkompromi
2. Dampak Negatif
a. Menimbulkan perpecahan
b. Rusaknya sarana dan prasarana
c. Meningkatnya keresahan masyarakat
d. Lumpuhnya roda perekonomian
e. Hancurnya harta benda bahkan korban jiwa
F. PROSES TERJADINYA KONFLIK SOSIAL
Menurut Robbins (1996) proses konflik terdiri dari lima tahap, yaitu:
(1) oposisi atau ketidakcocokan potensial;
(2) kognisi dan personalisasi;
(3) maksud;
(4) perilaku; dan
 (5) hasil.
Oposisi atau ketidakcocokan potensial adalah adanya kondisi yang mencipta-kan kesempatan untuk munculnya koinflik.Kondisi ini tidak perlu langsung mengarah ke konflik, tetapi salah satu kondisi itu perlu jika konflik itu harus muncul. Kondisi tersebut dikelompokkan dalam kategori: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi. Komunikasi yang buruk merupakan alasan utama dari konflik, selain itu masalah-masalah dalam proses komunikasi berperan dalam menghalangi kolaborasi dan merangsang kesalahpahaman. Struktur juga bisa menjadi titik awal dari konflik. Struktur dalam hal ini meliputi: ukuran, derajat spesialisasi dalam tugas yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi, kecocokan anggotatujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok-kelompok. Variabel pribadi juga bisa menjadi titik awal dari konflik.
G. POLA PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL
Pola penyelesaian konflik bila dipandang dari sudut menang-kalah pada masing-masing pihak, maka ada empat bentuk pengelolaan konflik, yaitu:
1. Bentuk kalah-kalah (menghindari konflik)
Bentuk pertama ini menjelaskan cara mengatasi konflik dengan menghindari konflik dan mengabaikan masalah yang timbul. Atau bisa berarti bahwa kedua belah pihak tidak sepakat untuk menyelesaikan konflik atau menemukan kesepakatan untuk mengatasi konflik tersebut.
2. Bentuk menang-kalah (persaingan)
Bentuk kedua ini memastikan bahwa satu pihak memenangkan konflik dan pihak lain kalah. Biasanya kekuasaan atau pengaruh digunakan untuk memastikan bahwa dalam konflik tersebut individu tersebut yang keluar sebagai pemenangnya.Gaya penyelesaian konflik seperti ini sangat tidak mengenakkan bagi pihak yang merasa terpaksa harus berada dalam posisi kalah.
3. Bentuk kalah-menang (mengakomodasi)
Agak berbeda dengan bentuk kedua, bentuk ketiga yaitu individu kalah-pihak lain menang ini berarti individu berada dalam posisi mengalah atau mengakomodasi kepentingan pihak lain. Gaya ini digunakan untuk menghindari kesulitan atau masalah yang lebih besar.Gaya ini juga merupakan upaya untuk mengurangi tingkat ketegangan akibat dari konflik tersebut atau menciptakan perdamaian yang diinginkan.
4. Bentuk menang-menang (kolaborasi)
Bentuk keempat ini disebut dengan gaya pengelolaan konflik kolaborasi atau bekerja sama. Tujuannya adalah mengatasi konflik dengan menciptakan penyelesaian melalui konsensus atau kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang bertikai. Secara sederhana proses ini dapat dijelaskan bahwa masing masing pihak memahami dengan sepenuhnya keinginan atau tuntutan pihak lainnya dan berusaha dengan penuh komitmen untuk mencari titik temu kedua kepentingan tersebut (Prijosaksono dan Sembel, 2002).
H. CARA MENYELESAIKAN KONFLIK SOSIAL
Terdapat beberapa cara untuk menyelesaikan konflik berdasarkan kebiasaan yang digunakan masyarakat untuk menyekesaikannya yaitu :
1. Konsiliasi
Konsiliasi berasal dari kata consolation yang memiliki arti perdamaian.Cara ini digunakan dalam menyelesaikan suatu konflik melalui upaya mempertemukan dua pihak yang bertikai atau berselisih guna tercapainya kesepakatan untuk mengadakan damai diantara keduanya.
2. Mediasi
Berasal dari kata mediation yang berarti perantara atau media. Mediasi dijadikan sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan suatu konflik dengan menggunakan jasa pihak ketiga sebagai perantara yang menjadi penghubung diantara kedua belah pihak yang berselisih.
3. Arbitrase
Arbitrase berasal dari kata arbitration dan yang menentukan keputusan arbitrer. Penyelesaian konflik dengan cara arbitrse yaitu melalui pengadialan yang dipimpin oleh seseorang yang berperan untuk memutuskan.
4. Paksaan
Paksaan atau coercion dijadika sebagai alternative dalam menyelesaikan konflik apabila terjadi ketidak seimbangan diantara kedua belah pihak yang bertikai sehingga pihak yang lemah tidak dapat mengambil keputusan untuk menyelesaika pertikaianya karena pihak lawan lebih kuat.  Sedangkan konflik tersebut harus terselesaikan karena dapat menimbulkan dampak negatif bagi salah satu pihak yang bertikai sehingga untuk menyelesaikan konflik tersebut pihak yang kuat lebih berperan untuk menentukn cara penyelesaiannya, baik melalui paksaan secara psikologis maupun secara fisik dengan tujuan supaya pihak yang lemah mengakhiri pertikaiannya dengan mengadakan kepatuhan kepada pihak yang kuat.
5. Detente
Detente memiliki arti mengendurkan atau mengurangi ketegangan.Dalam menyelesaikan suatu konflik detente lebih bersifat persuasif terhadap dua belah pihak yang berselisih.
Hendricks (2001) mengemukaan lima gaya pengelolaan konflik yang diorientasikan dalam organisasi maupun perusahaan. Lima gaya yang dimaksud adalah:
1. Integrating (menyatukan, menggabungkan)
Individu yang memilih gaya ini melakukan tukar-menukar informasi. Disini ada keinginan untuk mengamati perbedaan dan mencari solusi yang dapat diterima semua kelompok.Cara ini mendorong berpikir kreatif serta mengembangkan alternatif pemecahan masalah.

2. Obliging (saling membantu)
Disebut juga dengan kerelaan membantu. Cara ini menempatkan nilai yang tinggi untuk orang lain sementara dirinya sendiri dinilai rendah. Kekuasaan diberikan pada orang lain. Perhatian tinggi pada orang lain menyebabkan seorang individu merasa puas dan merasa keinginannya terpenuhi oleh pihak lain, kadang mengorbankan sesuatu yang penting untuk dirinya sendiri.
3. Dominating (menguasai)
Tekanan gaya ini adalah pada diri sendiri. Kewajiban bisa saja diabaikan demi kepentingan pribadi. Gaya ini meremehkan kepentingan orang lain. Biasanya berorientasi pada kekuasaan dan penyelesaiannya cenderung dengan menggunakan kekuasaan.
4. Avoiding (menghindar)
Individu yang menggunakan gaya ini tidak menempatkan suatu nilai pada diri sendiri atau orang lain. Ini adalah gaya menghindar dari persoalan, termasuk di dalamnya menghindar dari tanggung jawab atau mengelak dari suatu isu.
5. Compromising (kompromi)
Perhatian pada diri sendiri maupun orang lain berada dalam tingkat sedang.







BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa konflik sosial merupakan suatu pertentangan antar individu dengan individu, kelompok dengan kelompok, individu dan kelompok dalam masyarakat yang bersifat menyeluruh di kehidupan. Konflik sosial juga merupakan  gambaran tentang terjadinya percekcokan, perselisihan, ketegangan, atau pertentangan sebagai akibat dari perbedaan – perbedaan yang muncul dalam kehidupan masyarakat. Bentuk konflik sosial yaitu konflik pribadi, konflik kelompok, konflik antar kelas sosial, konflik rassial, konflik budaya, dan konflik politik.Adapun sumber terjadinya konflik sosial yaitu faktor perbedaan individu dalam masyarakat, Perbedaan pola kebudayaan, Perbedaan status sosial, Perbedaan kepentingan, dan terjadinya perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat. Dan cara menyelesaikan konflik sosial yaitu dengan cara konsiliasi, mediasi, arbitrase, paksaan dan détente.
B. SARAN
Penulis berharap pembahasan ini dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai konflik sosial, serta dapat memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai pembahsan ini. Tersusunnya makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, namun penulis akan berusaha untuk memperbaikinya dalam pembuatan makalah yang akan datang, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi inspirasi kepada penulis khususnya, dan kepada para pembaca lainnya.




DAFTAR PUSTAKA
Winataputera, S.Udin, dkk. Materi dan Pembelajaran IPS SD. Jakarta : Penerbit Universitas Terbuka, 2010
http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik
http://texbuk.blogspot.com/2012/02/macam-macam-konflik-sosial-serta.html#ixzz29LM46oW9
http://texbuk.blogspot.com/2012/02/macam-macam-konflik-sosial-serta.html
http://andrie07.wordpress.com/2009/11/25/faktor-penyebab-konflik-dan-strategi-penyelesaian-konflik/
http://psychochanholic.blogspot.com/2008/03/teori-teori-konflik.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik


Tidak ada komentar:

Posting Komentar